Cinema Fever

about ME

Name: Cinema_Fever
Home: bandung, jabar, Indonesia
About Me: ini merupakanan sebuah media yang menjadi sarana dan pusat informasi mengenai film-film yang ada di dunia ini pada umumnya dan film-film indonesia pada khususnya..

See my profile...

My Friends Blog
  • rocket life style
  • artmosphere
  • actum communication
  • eksentrik artistik
  • kamera kemari
  • popcorn
  • EVERY BODY LOVE PET
  • Fenomenaus!
  • sex education for teenagerss...!
Archives
  • April 2009
  • Mei 2009
  • Juni 2009
Previous entries
  • Pasang Surut Perfilman Indonesia
  • Deddy Mizwar, sang aktor legendaris
  • Harry Potter and The Half Blood Prince... coming s...
  • Cisco IP Interoperability Collaboration System (IP...
  • Internet Media Massa Apa Bukan?!

Designed By

Bioskop Jaman Baheula
Selasa, 02 Juni 2009

Bicara tentang film , rasanya tidak lengkap kalu belum bicara bioskop. Bebeda dengan menonton film lewat alat pemutar cakram (DVD/VCD), bagi sebagian orang menonoton di bioskop punya keasikan tersendiri.Bagi penikmat film sejati, belum lengkap rasanya menonton bila tidak di bioskop. Layar yang lebar serta suara yang menggelegar, membuat orang bisa lebih menghayati isi cerita. Tak jarang, bioskop juga dijadikan ajang berpacaran. Ingat adegan klasik waktu sang laki-laki dan perempuan perlahan berpegangan tangan sambil berpegangan tangan sambil berpura-pura fokus menonton film? Atau waktu menonton film horor ketika sang perempuan ketakutan dan langsung mendekap laki-laki? Wah! karena itu, keberadaan gedung bioskop jadt bagian yang tidak terpisahkan dari dunia film.


Di Bandung sendiri, gedung bioskop sudah lama dikenal sejak masa kolonial Belanda. Pada tahun 1907, berdiri dua bioskop di alun-alun Bandung yaitu “de Crown Bioscoop” dan “Oranje Bioscoop”. Keduanya milik orang Belanda. Pada masa ini bioskop masih dalam bentuk tenda semipermanen.

Sudarsono Katam dan Lulus Abadi dalam Alboem Bandoeng Tempo Doeloe menyebutkan, bioskop-bioskop ini hanya diperuntukkan bagi orang Belanda. Kalaupun ada pribumi, hanya bagi keturunan bangsawan. Sedangkan pribumi asli, hanya bisa menonton di bioskop kelas tiga yang biasa disebut bioskop “misbar” (gerimis bubar).

Peralihan bentuk bioskop dari tenda semipermanen ke gedung permanen terjadi pada 1920-an. Sejak tahun tersebut hingga 1970-an, bioskop makin menjamur di Bandung. Bahkan kawasan alun-alun Bandung sempat jadi kompleks gedung bioskop. Sebut saja Bioskop Elita (Puspita), Aneka (Oriental), Pistren (Nusantara, Varia), serta Dian (Radio City) berada di wilayah itu.

Didi Wijaya (82), penjaga kios di bekas Bioskop Dian mengaku, ia sudah berjualan sejak bioskop Dian dibuka. Di usianya yang sudah lanjut, ia masih dapat mengingat tahun dibangunnya Bioskop Dian yaitu 1945.

“Dulu, alun-alun jadi tempat favorit orang Belanda untuk jalan-jalan dan berkumpul. Makanya, di situ banyak dibangun gedung bioskop,” ujar Didi.

Namun, gedung bioskop pun banyak dibangun di daerah lain. Seperti bioskop Concordia di Braga yang berganti nama menjadi Majestic dan Dewi. “Deca Bioscoop” di Banceuy. Ada juga Bioskop Preanger (Orion, Luxor, Nirmala) di Kebon Jati. Serta Bioskop Al-Hambra di Suniaraja.

Sekretaris Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage) Dadan Nugraha mengatakan, banyaknya bioskop yang dibangun di Bandung akibat rencana pemindahan ibu kota Hindia Belanda (sebutan Indonesia pada masa kolonial) dari Batavia ke Bandung.


“Untuk sebuah tempat yang akan dijadikan ibu kota, otomatis segala infrastruktur yang vital harus dipersiapkan. Seperti gedung pemerintahan, bank, kantor pertahanan, termasuk pusat-pusat hiburan,” tambah Dadan.

Bioskop Bandung pada saat itu berada di masa kejayaannya. Gedung yang megah dengan arsitektur yang khas, serta peralatan yang mutakhir, membuat bioskop Bandung dinobatkan sebagai bioskop terbaik di Indonesia.

Sayangnya, masa-masa kejayaan gedung bioskop Bandung telah berakhir. Gedung-gedung tersebut perlahan-lahan ditinggalkan penonton. Saat ini, banyak dari bioskop tua tersebut yang dihancurkan, beralih fungsi, bahkan terbengkalai.

Lihat saja gedung Bioskop Elita, Aneka, dan Pistren di alun-alun Timur, telah dihancurkan dan dibangun gedung perbelanjaan Palaguna Nusantara. Bioskop Dian beralih fungsi menjadi tempat futsal. Begitu juga bioskop Majestic di Braga yang sempat menjadi gedung AACC (Asia Africa Culture Center).

Tidak banyak bioskop tua yang dapat bertahan dan masih berfungsi sebagai tempat menonton film. Itu pun rata-rata memutar film India. Kalau pun ada film Indonesia, paling-paling film “syur” tempo dulu.


Bioskop Taman Hiburan di Cicadas, cukup beruntung karena bisa bertahan cukup lama dan bisa memutar film-film baru. Namun entah kenapa, sekitar tahun 2006 bioskop tersebut tutup dan saat ini kondisinya terbengkalai.

Tentang perlindungan gedung-gedung tua, ujar Dadan, sebenarnya sudah dilindungi lewat Undang-undang th.1992 tentang cagar budaya. Dalam UU tersebut, kewajiban pemeliharaan benda cagar budaya berada di tangan pemilik –baik pemerintah, swasta, ataupun sipil.

“Pemanfaatan bangunan pun tidak boleh sembarangan. Apabila ingin merenovasi atau mengalihfungsikan bangunan, ada aturan-aturan tertentu. Tapi sayang, nampaknya aturan itu belum sepenuhnya berjalan,” kata Dadan.

Ya, bentuk bioskop masa kini sudah tidak dapat dikenali dari gedung-gedung yang berdiri megah. Saat ini bioskop lazim dijumpai sebagai bagian dari bangunan pusat perbelanjaan. Maka keasyikan pergi ke gedung bioskop khusus untuk menonton film pun tak ada lagi.


posted by Cinema_Fever at 02.12 |



15 Comments:
<< back home

Posting Komentar


At 2 Juni 2009 pukul 03.00, Anonymous Bayu said........
menarik sekali. bandung sudah dari tahun 1930an menjadi kota hiburan. lihat saja gedung-gedungya yang digunakan sbagai tempat hiburan, salah satunya bioskop. namun, sayangnya beberapa gedung tua itu kini keberadaanya sudah tidak ada lagi, ada yang hancur dan tidak terpakai seperti di Cicadas.....bioskop itu meupakan cikal bakal bioskop-bioskop jaman sekarang. akan kah gedung-gedung itu hanya sebatas kenangan saja? yu mari
 

At 2 Juni 2009 pukul 03.07, Anonymous keyko said........
tulisannya baguuusss . . . :D

uni ngeliput sendiri??
 

At 2 Juni 2009 pukul 03.32, Blogger rararocks said........
gak nyangka klo bandung punya bangunan keren kayak gitu..sesuatu yg seharusnya dilestarikan..tapi aneh klo baca tulisan klo bangunan2 itu diabaikan..yg salah yah pemerintah karena gak ada ketegasan atas UU yg udah dibuat..harusnya ada sanksi hukum bagi setiap org yg melanggar UU..kecewa juga..padahal bangunan tersebut klo gak dipake sebagai bioskop lg bisa dialihfungsikan sebagai objek wisata..sy yakin banyak pecinta film yg penasaran bagaimana bentuk bioskop jaman dulu...

seperti qta tau jg klo semakin lama kebudayaan suatu daerah semakin meredup dan akhirnya mati diterpa arus globalisasi yg begitu deras..yeah, industrialisasi suatu polemik...
t
 

At 3 Juni 2009 pukul 01.04, Blogger Dimas Dito said........
wow ,, gw mau tau sejarahnya lebih detail ..kapan sih awalnya bioskop masuk ke indonesia?
ayo dong . bagi-bagi ilmu pengetahuan . hehehhhee
 

At 3 Juni 2009 pukul 02.09, Anonymous deni ajah said........
Wuih,,, keren abis ni tulisan,,,
setelah baca gw baru tau kalo Bandung tuh udah nyeni dari dulunya,,
mau tau dong siapa yang nulis artikel ni..bravo!
 

At 3 Juni 2009 pukul 02.25, Anonymous ahmad said........
kalau baca tulisan ini, saya bisa menerawang jauh sebelum saya lahir. cukup menggambarkan bagaimana Bandung tempoe doloe he...he......sedikit sekali orang menulis tentang jaman baheula ini. salut
 

At 3 Juni 2009 pukul 02.26, Anonymous nuri said........
tulisannya asik, enak dibaca......
 

At 3 Juni 2009 pukul 02.28, Anonymous udin said........
gue cukup dangkal dengan informasi Bandung jaman baheula, tapi kali ini gue bisa merasakan bagaimana masyarakat bandung yang diwakili dengan adanya bioskop itu. bandung memang sudah terkenal dari jaman baheula yah....ngepop banget
 

At 4 Juni 2009 pukul 06.00, Blogger indah tri novita dan inda astri andini said........
skrg bioskop makin maju aja yaah.
ada xxi dn blitz pula..
wkwkwkww
jaman emang sudah maju!
 

At 4 Juni 2009 pukul 06.38, Blogger Writing as My Therapy said........
fto2nya keren choy :D:D
iya bener nih, skr2 mah bioskop modern nya udh jauh yaa.
 

At 4 Juni 2009 pukul 20.44, Anonymous ifa said........
di sukajadi ada bioskop bison.
jaman SD dulu, saya ama temen2 nonton pilem Fatahillah disitu..
masih 1500 perak.

hiks..sekarang kondisinya mengenaskan sekaliii
 

At 5 Juni 2009 pukul 03.04, Blogger Cinema_Fever said........
dimas: wah boleh juga tuh idenya.. ntar kami cari data mengenai bioskop di indonesi

oya tahu ga sich di setiap daerah di indonesia masih belum semuanya yang memiliki bioskop
 

At 7 Juni 2009 pukul 01.37, Anonymous Cahaya Ramadhani said........
Buat Dimas: Bioskop di Bandung itu, sekaligus jadi bioskop pertama di Indonesia,, jadi emang Bandung tuh udah jadi tonggak perfilman Indonesia dari dulu,,
keren kan!
makasih semua atas komennya,,,
 

At 7 Juni 2009 pukul 02.26, Anonymous Cinema Fever said........
untuk rara: terimakasih atas komennya..
pemerintah juga tidak bisa disalahkan begitu saja Ra. Kita juga punya andil lo dalam melestarikan bangunan-bangunan bersejarah.
Tapi memang pemerintah seharusnya lebih memperhatikan bangunan-bangunan bersejarah denagn cara memberi insentif kepada pemilik bangunan bersejarh tersebut. Agar pemilik bangunan bisa terus memlihara keaslian gedung yang dia miliki. Karena memang tidak murah untuk bisa merawat gedung-gedung tua seperti itu.
 

At 8 Juni 2009 pukul 03.33, Blogger Andhika Perdana said........
Wah...
Jadi pengen kembali ke masa lalu, trus nonton di bioskop jadul itu.
Hehehehehe.....